Mendengar kata Bioskop Rivoli, warga Jakarta yang kini berusia 40 tahun ke atas, tentu akan terkenang pada masa muda, dimana mereka sedang senang-senangnya menonton film bersama sang pacar atau teman selingkuhan di bioskop yang berlokasi di Jalan Kramat Raya, Pal Putih, Senen. Sebab bioskop yang berdiri tahun 1950-an dan eksis hingga dekade 90-an memang menyimpan banyak kenangan bagi muda-mudi tempo doeloe yang gemar nonton film, khususnya film Bollywood (India). Sebagai bioskop kelas dua, Rivoli Theatre merupakan primadona muda-mudi klas menengah-bawah yang gemar week-end bersama pasangan. Apalagi bagi maniak film Bollywood dan mereka yang tergila-gila oleh penampilan bintang Hema Malini, Amitabh Bachchan, Anil Kapoor, Karishma Kapoor, Shahrukh Khan, Kajol, dll. Mereka bisa berkali-kali menonton film serupa dalam seminggu. ”Muda-mudi tempo dulu, nonton film India bukan cuma lantaran bagus ceritanya, tetapi karena penampilan bintang yang cantik dan ganteng,” kenang Akhmad Madori, mantan karyawan bioskop Rivoli, warga Kramat Sentiong, Jakarta Pusat, baru-baru ini. ”Selain itu, muda-mudi senang nonton film India karena durasinya panjang sampai tiga jam. Jauh lebih lama dibandingkan film lokal yang cuma sekitar 1,5 jam. Jadi, pacarannya lebih lama di dalam ruangan gedung yang remang-remang,” tambah kakek dari empat cucu yang kini menjadi sopir bajaj ini. Menurutnya, usaha bioskop Rivoli yang saat itu mempunyai saingan yaitu Rialto Senen dan Grand Theater, tetap mempunyai kelompok penggemar tersendiri yang jumlahnya cukup banyak. ”Penontonnya bukan cuma dari kawasan Senen dan Cempaka Putih, tetapi juga dari Kemayoran, Sunter, bahkan dari luar Jakarta,” ungkap Akhmad. Penonton dari dekat umumnya naik becak, mobil opelet, atau motor pribadi. Sedangkan dari jauh kebanyakan bareng-bareng naik mobil omprengan. WANITA PENGHIBUR Salah satu yang disukai pengunjung Rivoli Kramat, tak jauh dari gedung ini banyak wanita penghibur yang mau diajak nonton bareng. ”Asal dibayari karcisnya, serta dibelikan makanan ringan dan minuman, cewek-cewek tadi mau menemani nonton film,” tambah Akhmad yang pernah bekerja di gedung tersebut pada dekade 70-an, mewarisi sang ayah yang memasuki pensiun. Mengenang lebih jauh lagi, bioskop Rivoli yang tak bisa dipisahkan dari pusat keramaian Pasar Senen, suasana malam, selain disemarakkan wanita penghibur, juga ada dokter yang buka praktik di tempat terbuka di kawasan ini. ”Kata ayah saya, namanya Dokter Herman, buka praktik untuk melayani kesehatan rakyat miskin dan wanita penghibur yang terkena penyakit. Ongkosnya murah, bahkan bisa gratis,” paparnya. Gedung bioskop Rivoli, di Jalan Kramat Raya berbatasan dengan Jalan Pal Putih, Kelurahan Kramat, Kecamatan Senen, adalah milik Hj. Zuleha. Usaha bioskop ini mulai merosot sejak kehadiran konglomerat Sudwikatmono dan Benny Sutrisno mengembangkan Cineplex 21. ”Saat itu, Rivoli dalam satu cuma bisa memutar dua jenis film, sedangkan Cineplex jenisnya jauh lebih banyak dan ruangannya lebih nyaman, sehingga makin hari jumlah penonton Rivoli menurun,” paparnya. Berbagai upaya dilakukan, akhirnya pada dekade 90-an mentok, lantaran nyaris tidak ada penontonnya. Selanjutnya, gedung itu dibiarkan kosong, sempat disewa untuk usaha penerbitan yang akhirnya tutup sama sekali, hingga kini.”Cuma bekas halaman parkir saja yang kini dipakai usaha warung makan dan toko kecil,” ujar Johny, warga Kelurahan Kramat. Sementara itu, Lurah Kramat, Erick, mengaku tidak tahu persis sejarah gedung bioskop tersebut yang kini telantar. ”Soalnya, pemilik tidak pernah kelihatan di lokasi. Jadi, kami belum tahu akan diapakan nasib bangunan tersebut,” ujar Lurah Kramat. Namun sejauh ini, keberadaan gedung tersebut tidak mengganggu lingkungan karena di dalamnya masih ada usaha warung makan. |
saya adalah anak dri pemilik rivoly teatre... saya saya sedih dgn hilangnya rivoly teatre begitu byk kenangan...
Maret 14, 2010 7:40 PM
rivoly is the best
Maret 14, 2010 7:41 PM
Posting Komentar
<